Banyak parents merasa bingung atau canggung saat bicara soal seksualitas dengan anak. Tidak jarang muncul pikiran, “Nanti saja kalau sudah besar.” Padahal, justru tidak ada kata terlalu dini untuk mulai mengajarkan seksualitas—tentu dengan bahasa yang sesuai usia.
Mengapa penting? Anak yang mendapat edukasi seksualitas sejak dini lebih siap menjaga diri, berani berkata “tidak” jika ada tindakan yang melanggar, dan tidak mudah percaya informasi keliru dari luar. Orang tua perlu menjadi sumber informasi pertama yang aman dan terpercaya bagi anak.
Jadi, kapan sebaiknya mulai?
Jawabannya: sejak dini, secara bertahap. Edukasi seksualitas bukan hanya soal hubungan seksual, tetapi juga mengenal tubuh, batasan, privasi, dan hubungan sehat.
Berikut panduan sesuai usia:
Usia 2–5 tahun
Ajarkan nama anatomi tubuh dengan benar (penis, vagina, payudara). Hindari istilah lucu yang membingungkan.
Tanamkan konsep “bagian tubuh pribadi” yang tidak boleh disentuh orang lain tanpa izin.
Jelaskan perbedaan laki-laki dan perempuan secara sederhana.
Usia 6–8 tahun
Mulai membahas soal batasan privasi: siapa yang boleh atau tidak boleh melihat bagian tubuh tertentu.
Jelaskan secara sederhana dari mana bayi berasal.
Ajarkan bahwa sentuhan yang membuat tidak nyaman harus dilaporkan kepada orang dewasa yang dipercaya.
Usia 9–12 tahun
Persiapkan anak menghadapi pubertas: menstruasi, mimpi basah, perubahan fisik.
Bahas tentang persetujuan (consent) dalam pertemanan.
Buka ruang diskusi soal perasaan suka kepada teman.
Usia remaja (13 tahun ke atas)
Diskusi lebih mendalam soal hubungan sehat, batasan, dan tanggung jawab.
Bahas pengaruh teman sebaya, media sosial, dan pornografi.
Tanamkan nilai keluarga tentang seksualitas.
Bagaimana tahu anak sudah siap?
Tanda paling jelas adalah saat anak mulai bertanya. Itu adalah sinyal baik untuk membuka obrolan. Namun jika anak belum bertanya, parents tetap bisa memulai percakapan, sedikit demi sedikit, sesuai tahapan usia.
Hal yang penting untuk diingat:
Gunakan bahasa jujur, sederhana, dan tidak menghakimi
Jangan panik jika anak bertanya hal-hal yang tidak terduga
Jadikan obrolan ini proses berkelanjutan, bukan hanya sekali selesai
Ingat, jika bukan dari parents, anak bisa mencari tahu sendiri—dan belum tentu sumbernya aman. Dengan membuka ruang komunikasi, parents bukan hanya mendidik, tetapi juga melindungi anak.