Menyusui adalah proses alami, tapi bukan berarti selalu mudah. Banyak ibu baru yang merasa bingung dan tertekan karena berbagai informasi yang simpang siur soal produksi ASI. Yuk, kita luruskan beberapa mitos umum agar parents bisa menyusui dengan lebih tenang dan percaya diri.
1. Mitos: Payudara kecil berarti produksi ASI sedikit
Fakta: Ukuran payudara tidak menentukan banyaknya produksi ASI. Produksi ASI ditentukan oleh jaringan kelenjar susu dan frekuensi pengosongan payudara, bukan oleh ukuran.
2. Mitos: ASI belum keluar di hari pertama melahirkan berarti tidak bisa menyusui
Fakta: Di awal kelahiran, ibu memproduksi kolostrum—ASI pertama yang sangat penting bagi bayi. Kolostrum memang tidak keluar banyak, tapi kaya nutrisi dan antibodi. Produksi ASI akan meningkat seiring frekuensi menyusui.
3. Mitos: Bayi menangis terus berarti ASI tidak cukup
Fakta: Bayi menangis bisa karena banyak hal, bukan hanya lapar. Bisa karena popok basah, ingin digendong, atau merasa tidak nyaman. Tanda bayi cukup ASI bisa dilihat dari frekuensi pipis (6–8 kali sehari) dan berat badan yang bertambah sesuai usia.
4. Mitos: Harus minum susu ibu menyusui supaya ASI banyak
Fakta: Susu ibu menyusui bukan penentu utama lancarnya ASI. Yang terpenting adalah hidrasi cukup, asupan nutrisi seimbang, dan menyusui sesering mungkin agar payudara terstimulasi.
5. Mitos: Kalau ibu sedang sakit, harus berhenti menyusui
Fakta: Dalam banyak kasus, ibu masih boleh menyusui meski sedang sakit ringan seperti flu atau demam. Justru antibodi dari tubuh ibu bisa menurun ke bayi lewat ASI, membantu memperkuat daya tahan tubuh bayi.
6. Mitos: Tidak boleh menyusui jika ibu sedang stres
Fakta: Stres memang bisa memengaruhi hormon yang berperan dalam kelancaran pengeluaran ASI, tapi bukan berarti ASI langsung hilang. Dengan dukungan dan manajemen stres yang baik, menyusui tetap bisa dilakukan.
Mengetahui fakta-fakta ini penting agar parents tidak mudah terpengaruh dan bisa fokus pada proses menyusui dengan lebih tenang. Bila merasa kesulitan, jangan ragu untuk konsultasi dengan konselor laktasi atau tenaga medis terpercaya.